Saturday, April 20, 2013

Sang Pangeran Telah Mati

Hari ini sang pangeran telah kalah di medan perang, pedang panjang itu masih menancap di dada kirinya, sambil menangis ia menengadah kelangit yg mulai gelap, menyisakan secercah cahaya mentari yg kian tenggelam.

Hanya kesempatan yg dia butuhkan, kesempatan untuk menusukkan pedangnya ke dada musuhnya, namun kesempatan itu tidak diberikan. Kini matanya perlahan-lahan mulai menutup, seiring dengan darahnya yg terus menerus mengalir. Perlahan memori-memori tentang putri raja yg ia sayangi mulai muncul dibenaknya, memberikan sedikit tenaga terakhir untuknya melawan rasa sakit yg dia rasakan. Senyum kecil putri pujaannya seakan terbias di awan putih yg mulai memudar itu. Sang pangeran menangis, dia tidak bisa pulang dari medan perang dengan kemenangan, merelakan dadanya di hunus pedang musuh membuatnya sedih.

Air mata sang pangeran mengalir tiada henti demikian pula darah di dadanya. Bahkan sang pangeran tidak mampu melepaskan pedang yg menusuknya. Musuhnya tertawa, merayakan kemenangannya, tidak menghiraukan sang pangeran yg masih membuka matanya, karena mereka tahu bahwa sang pangeran cepat atau lambat akan menemui ajalnya.

Kuda kesayangannya juga telah mati, mendahului pemiliknya, kepalanya terpenggal, di tebas kapak musuhnya yg tidak ingin sang pangeran bangkit.

Sang pangeran itu terbaring ditanah yg berwarna merah dan basah, merah karena darah dan basah karena air mata.

Andai saja kesempatan itu ada, mungkin kini sang pangeran sudah kembali dari medan perang dan kembali kekerajaannya lalu memeluk sang putri yg sangat dia cintai. Namun apalah dayanya, semua upaya telah ia lakukan. Setidaknya dia mati dengan terhormat, dia mati untuk kerajaannya dan untuk cintanya.

Mata sang putri terbayang olehnya dikala ia sejenak menutup mata, lalu membuka matanya lagi dan menyadari bahwa itu hanya bayangannya saja.

Nafas sang pangeran mulai tersendat-sendat, darah di dadanya terus mengalir, air matanya telah mengering tersapu angin. Dan nafas sang pangeran pun telah berhenti, terucap satu kata terakhir dari mulutnya yaitu..... nama sang putri yg dia cintai.

Dia mati bukan karena menyerah, dia tidak akan pernah menyerah dia hanya tidak diberi kesempatan, sampai akhirnya ia menutup mata. Kini sang pangeran telah mati, darah di dada kirinya telah berhenti mengalir, namun cintanya untuk sang putri cantik masih mengalir karena cintanya tidak akan pernah mati.

0 comments:

Post a Comment

newer post older post Home